
Sumber gambar: Fellowship program
brochure oleh OCLC
Jakarta,
4 Juni 2020 -- Banyaknya tantangan yang kini hadir
semakin menuntut pustakawan untuk terus mengupgrade kompetensi diri.
Kompetensi diri pustakawan dapat ditingkatkan dengan dengan cara, diantaranya
dengan mengikuti seminar, kursus, menempuh pendidikan formal, dan lain
sebagainya. Salah satu program pendidikan untuk para pustakawan yang bergengsi
di dunia adalah Jay Jordan IFLA/OCLC Early Carreer Development
Fellowship Program yang biasa disingkat IFLA/OCLC Fellowship Program. Program
yang disponsori oleh The International Federation of Library Associations and
Institutions (IFLA) dan OCLC ini menyediakan pengembangan karir awal dan
pendidikan berkelanjutan selama 4 minggu bagi professional di bidang ilmu
perpustakaan dan informasi yang berasal dari negara-negara dengan ekonomi
berkembang.
Dikutip dari halaman website
OCLC, IFLA/OCLC Fellowship Program telah diselenggarakan dari tahun 1999 dan
hingga saat ini sudah diikuti oleh hampir 95 pemimpin perpustakaan yang berasal
dari 42 negara. Melalui program ini, para peserta diberikan kesempatan untuk
bertemu dan berdiskusi dengan para praktisi, mengunjungi perpustakaan, pembimbingan,
dan mengeksplorasi topik terkait dengan teknologi informasi, manajemen perpustakaan
dan organisasi kepustakawan secara global. Di samping itu, program ini
memberikan wadah antar peserta untuk berbagi pengetahuan dengan memberikan
kesempatan peserta untuk mempresentasikan tentang negara asal dan perpustakaan
mereka, serta mendiskusikan solusi untuk menjawab tantangan yang sedang dihadapi
perpustakaan saat ini. Kemudian, penerima beasiswa menafsirkan pembelajaran dan
pengalaman tersebut ke dalam perencana pengembangan professional spesifik yang
membimbing/memandu pertumbuhan berkelanjutan untuk mereka serta kontribusi
pribadi mereka ke lembaga dan negara asal mereka.
Berdasarkan
penelusuran penulis, terdapat 3 orang pustakawan Indonesia yang berhasil
mengikuti program ini selama penyelenggaraannya pada tahun 2001-2019.
Pustakawan Indonesia yang berhasil mengikuti program tersebut dimulai dari
Ferry Irawan pada tahun 2002, kemudian Salmubi tahun 2006. Dan terakhir setelah
vakum selama 12 tahun, Chandra Pratama Setiawan berhasil lulus seleksi 2018 dan
mengikuti program ini pada tahun 2019.
Chandra Pratama Setiawan adalah
pustakawan di Universitas Kristen Petra. Saat ini, Chandra menempati posisi
sebagai Kepala Pengadaan dan Pengolahan Perpustakaan Universitas Kristen Petra.
Setelah melewati proses seleksi administratif dan dilanjutkan tahap interview,
Chandra berhasil terpilih sebagai salah satu penerima beasiswa IFLA/OCLC Jay
Jordan Fellowship Program 2018 dan berhak mengikui program ini secara intensif selama
4 minggu, yakni dari tanggal 17 Maret hingga 13 April di Dublin, Ohio, Amerika
Serikat. Dengan mendapatkan grant senilai $10.000, pria yang genap
berusia 32 tahun pada 3 Maret ini diberikan uang $100 setiap minggu yang
digunakan untuk membeli makanan, sementara sisanya dikelola oleh pihak
penyelenggara untuk keperluan transportasi, akomodasi, pelatihan, dan kebutuhan
sehari-hari selama dalam program tersebut.
Selain
ingin belajar tentang library management di Negara Manju, khususnya terkait
dengan perpustakaan perguruan tinggi dan program untuk anak-anak di
perpustakaan umum, motivasi Chandra mengikuti program ini juga untuk keep
updating dengan library-tech yang digunakan di negara maju dan
mengadopsinya guna pengembangan perpustakaan. Selain itu, motivasi Chandra
lainnya yakni membangun networking dengan pihak luar; keep up to date
dengan dunia kepustakawan; serta ingin mengalahkan/menggerser posisi negara
Filipina yang sudah beberapa tahun terakhir diterima sebagai fellow di
program ini.
Berkat keterlibatannya dalam
IFLA/OCLC Fellowship Program 2018, Chandra mendapatkan sejumlah pengetahuan
tentang perpustakaan yang dapat diadaptasi di instansi asalnya. Hal ini dituangkan
dalam Laporan IFLA/OCLC Jayjordan Fellowship Program 2018 yang dibuat oleh Chandra,
ia menyampaikan hal apa saja yang dipelajarinya selama mengikuti program
tersebut dan dari hal tersebut apa-apa saja yang dapat diadaptasi oleh oleh
Perpustakaan Kristen Petra dan juga organisasi perpustakaan seperti FPTTI-Jatim
dan Forkom PPTKI. Terdapat 21 poin yang dipelajari Chandra, berikut 3 poin dari
21 yang dijabarkan dalam laporan tersebut:
- Menyediakan rak khusus untuk buku yang dipesan sehingga pengguna dapat langsung mengambil koleksi yang dipesan tanpa harus dating ke rak.
- Menggunakan recognition card yakni kartu yang berfungsi untuk mengapresiasi rekan kerja dalam hal apapun, seperti mengucapkan terimakasih, memberikan selamat dan semangat.
- Program
Library Management System (disingkat LMS) termasuk online catalog di
dalamya dapat menyadijan Top Loan Books.
Sementara
itu, berikut 3 poin dari 13 poin dari usulan hal-hal yang dapat diadaptasi oleh
Universitas Kristen Petra:
- iSpektra
yang merupakan LMS milik Universitas Kristen Petra disarankan dapat berbasis cload
computing; dapat berinteraksi secara otomatis dengan pengguna (seperti
mengucapkan selamat ulang tahun dan menginfokan koleksi yang terpopuler);
mendukung union catalog maupun copy cataloguing; membuat database data
keperanganan, membuat informasi khusus koleksi yang sereng dipinjau atau
menentukan batas tertentu untuk penegcekan kondisi koleksi.
- Memiliki layanan chat service, baik
terintegarasi dengan website maupun melalui instant messeger.
- Pustakawan
mengikuti pelatihan atau seminar dalam rangka meningkatkan kemampuan scholarly
communication, seperti pelatihan terkait copyright, publishing, data
management, dan research impact.
Dengan
demikian, dapatlah dikonfirmasi bahwa program ini tidak hanya memberikan
manfaat untuk pribadi penerima beasiswa tetapi juga intansi tempat peserta
bekerja bahkan organisasi/instansi lainnya.
Sayangnya pada tahun 2019 kembali
tidak ada pustakawan yang terpilih dari Indonesia sebagai penerima beasiswa program
ini dan program ini pun tidak diselenggarakan pada tahun ini. Walaupun
demikian, pustakawan tentunya tetap dapat mengupgrade kemampuan dirinya
dengan program-program improvement lainnya. Semoga kisah Chandra dalam
mengikuti program IFLA/OCLC Fellowship ini dapat menginspirasi dan memotivasi
kita untuk terus meningkatkan kompetensi di tengah ketatnya persaingan dan
tingginya tuntutan yang ada saat ini. Dan tidak lupa, menjadikan peningkatan kompetensi tersebut
sebagai alat untuk berkontribusi dalam memajukan perpustakaan.
Sumber:
International
Federation of Library Associations. (2018, January 15). Five librarians
selected as 2018 IFLA/OCLC Fellows. https://www.ifla.org/node/22375
OCLC.
(n.d,) The Jay Jordan IFLA/OCLC early career development fellowship program.
https://www.oclc.org/en/about/awards/ifla-fellowship-program.html
OCLC.
(2018). Fellowship program brochure. https://www.oclc.org/content/dam/oclc/services/brochures/212277-WWAE_IFLA-Fellows-Flier.pdf
Setiawan.
C. P. (2019). Laporan program IFLA/OCLC Jayjordan fellowship program 2019.